Ralph Waldo Emerson pernah berkata bahwa segala hal di dunia ini sebenarnya adalah hasil kutipan. Buku-buku kutipan, rumah-rumah, tambang, dan bahkan manusia sendiri adalah hasil kutipan dari leluhurnya. Hutan juga menjadi hal yang sangat penting bagi masyarakat adat, karena di sana mereka mencari makan dan tempat tinggal. Namun, sekarang banyak pihak yang menggusur rumah-rumah mereka tanpa tanggung jawab, bahkan pemerintahpun turut andil. Hal ini mengakibatkan masyarakat adat yang dulunya bergantung pada hasil hutan sekarang harus beralih ke industri. Karena lahan perhutani semakin berkurang, masyarakat adat menjadi kesulitan dalam mencari penghidupan mereka. Mereka harus beradaptasi dengan lingkungan baru, yang jauh dari tanah kelahiran mereka. Mantan bupati Kutai, Rama A Asia, menilai bahwa masyarakat adat di Kalimantan Timur semakin kritis karena alih fungsi hutan menjadi lahan perkebunan, industri, dan pertambangan. Padahal, mereka selama ini menjaga dan merawat hutan dengan baik sebelum mesin-mesin berat merusaknya. Sangat miris melihat kondisi ini, karena masyarakat adat yang merupakan penduduk asli terancam keberlangsungan hidupnya.
Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat kaya, termasuk hutan yang luas, dan potensi migas serta di bidang lainnya. Hal ini menarik minat investor asing untuk menanamkan modal di Indonesia, terutama untuk mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia, khususnya hutan.
Pemerintah Indonesia mendukung masuknya perusahaan asing ke Indonesia. Mereka sangat gencar menarik investor untuk berinvestasi di Indonesia, karena pemerintah Indonesia belum memiliki kemampuan untuk mengelola sumber daya alam sendiri. Sebagai contoh, Kalimantan Utara sudah menyiapkan lahan seluas 10.000 hektar untuk menarik investor dan membangun perusahaan guna mengelola sumber daya alam di sana. Bahkan Cina sudah tertarik untuk berinvestasi di sana.
Namun, undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria menyatakan bahwa tanah yang bersifat komunal dan dikelola secara kolektif oleh masyarakat yang memilikinya, termasuk masyarakat hukum adat, tidak boleh diselomoti oleh pemerintah. Oleh karena itu, tindakan pemerintah membuka pintu bagi investor asing bertentangan dengan prinsip yang diajarkan oleh bapak pendiri bangsa kita.
Bung Hatta pernah menyatakan bahwa lebih baik bangsa ini tenggelam dan banjir daripada sumber daya alam kita dikelola oleh orang asing. Sementara Soekarno berharap agar insinyur Indonesia mampu mengelola sumber daya alam kita daripada insinyur asing.
Kekayaan alam warisan leluhur seharusnya dinikmati oleh masyarakat Indonesia atau digunakan untuk memperkaya negara dengan diexploitasi oleh anak negeri atau negara. Jangan sampai kekayaan alam ini hanya menguntungkan negara lain, sedangkan laba dari hasil eksploitasi hanya masuk ke kantong para investor asing.
Pertumbuhan industri dan tambang di daerah-darah seperti Papua dan Kalimantan didukung oleh program transmigrasi. Namun, hal ini memengaruhi masyarakat adat di sana, baik dalam jumlah maupun penghasilan mereka. Menurut Elison, seorang ketua adat suku Dayak di Kalimantan Timur, sebagian besar penduduk di daerah itu adalah pendatang dari luar, sedangkan masyarakat adat hanya sekitar 5% dari jumlah keseluruhan. Hal ini sangat mengejutkan karena seharusnya masyarakat adat harus lebih banyak di daerah mereka sendiri.
Kehadiran perusahaan sebenarnya dapat membantu masyarakat setempat dalam meningkatkan perekonomian mereka. Namun, di beberapa daerah, perusahaan lebih memilih untuk membayar pendatang lebih tinggi dibandingkan masyarakat adat. Hal ini disebabkan karena masyarakat adat biasanya berburu dan meramu di hutan, sehingga tidak memiliki kompetensi yang sama dengan pendatang dalam bekerja di perusahaan.
Pertumbuhan perusahaan dan tambang juga mengancam produk kebudayaan masyarakat setempat. Produk kebudayaan mereka sangat bergantung pada hutan, seperti kayu, tumbuhan obat, dan bahan lainnya. Jika hutan mereka hilang dan digantikan oleh industri dan tambang, maka bahan untuk membuat produk kebudayaan itu akan hilang, sehingga produk kebudayaan tidak dapat berkembang. Hal ini menjadi keluhan bagi Elison dan masyarakat adat di daerah lainnya seperti Papua, Sulawesi, Halmahera, dan daerah lainnya.
Konflik antara perusahaan dan masyarakat adat sering terjadi di Indonesia, seperti yang terjadi di Papua dan Kalimantan Timur. Perusahaan cenderung mengabaikan hak masyarakat adat dan menggunakan intimidasi untuk mencapai tujuannya. Bahkan, kadang-kadang aparat negara ikut campur dalam konflik ini dan justru memperkeruh suasana.
Pemanfaatan sumber daya alam memang penting, tapi tidak boleh merugikan masyarakat adat. Mereka sering bergantung pada hutan untuk mencari nafkah, dan jika hutan mereka diambil, mereka akan menderita. Oleh karena itu, perlu mempertimbangkan masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alam.
Alih fungsi hutan juga sering menimbulkan masalah. Masyarakat adat belum siap untuk menerima perubahan ini karena hidup mereka masih bergantung pada hutan. Oleh karena itu, diperlukan penyuluhan terkait pemanfaatan lahan agar masyarakat setempat tidak merasa tersingkirkan dan siap mengelola sumber daya alam dengan baik.
Comments
Post a Comment