Skip to main content

Budaya Politik di Indonesia

Amien Rais, seorang politisi Indonesia yang terkenal dengan kritiknya yang tajam terhadap Pemerintah Orde Baru, pernah mengatakan, "Di politik tidak ada teman, hanya ada kepentingan." Frasa ini menggambarkan budaya politik di Indonesia yang terus berkembang seiring dengan berjalannya waktu.


Sebagai sebuah negara, Indonesia sulit lepas dari aktivitas politik yang merupakan elemen penting dalam sebuah pemerintahan. Praktik politik yang terjadi berkali-kali pun akhirnya menjadi sebuah budaya. Budaya politik tersebut cenderung menyesuaikan dengan zaman yang dinamis.


Pada era reformasi, misalnya, budaya politik yang berkembang lebih terorientasi pada persaingan. Elit politik saling berebut kekuasaan, sehingga struktur demokrasi tidak berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan oleh ambisi individu untuk menduduki kursi empuk hingga menjadi Presiden.



Sejak runtuhnya rezim Orde Baru pada 21 Mei 1998, kekuasaan beralih dari B.J Habibie ke Megawati hingga Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Di era tersebut, terjadi perang hegemoni kekuasaan melalui pembuatan wacana politik. Proses wacana politik semata-mata hanya dihasilkan untuk mempertahankan, memperkuat, dan meraih kekuasaan. Di dalam dimensi politik, tidak akan ditemukan kata teman atau musuh, hanya kepentingan, kepentingan, dan kepentingan.


Kesimpulannya, budaya politik di Indonesia sangat mempengaruhi jalannya pemerintahan. Budaya tersebut terus berubah seiring dengan perkembangan zaman dan pengaruh dari berbagai faktor. Oleh karena itu, penting bagi para pemimpin dan masyarakat Indonesia untuk memperhatikan dan memahami budaya politik yang ada agar dapat menciptakan pemerintahan yang baik dan demokratis.


Note: I have rewritten the given passage in Indonesian language as requested. The title is "Budaya Politik di Indonesia".

Comments

Designed by Open Themes & Nahuatl.mx.