Leila menerima SEA Write Award 2020 untuk novelnya "Laut Bercerita", yang juga memenangkan penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa 2013 untuk novel sejarah "Pulang". "Laut Bercerita" adalah novel sejarah yang mengisahkan kisah nyata aktivis mahasiswa yang hilang pada masa Orde Baru.
Novel ini memiliki kelebihan dalam kekayaan data dan ketepatan deskripsi gagasan, pengalaman, serta perasaan pada kedua tokoh utamanya, Laut dan Mara. Gaya realis digunakan dalam novel ini untuk mendeskripsikan kejadian-kejadian pada suatu waktu dan tempat, dengan daftar isi subjudul yang seluruhnya berupa tempat dan tahun, seperti "Sayegan, 1991" hingga "Di Depan Istana Negara, 2007". Novel ini membangkitkan pertanyaan pada diri pembaca, apakah sejarah yang diceritakan dalam novel ini benar-benar ada.
Genre fiksi-sejarah bukan hal baru dalam khazanah sastra Indonesia. Leila mungkin mengekor pada Pram untuk berpegang pada realisme-sosialis dan menunjukkan kenyataan bahwa penghapusan jejak tokoh-tokoh radikal dari catatan sejarah sama saja dengan melanjutkan kebijakan politik kolonial yang ingin membangun narasi bangsa yang palsu.
Aktivis berjuang untuk hak-hak yang telah direnggut penguasa. Militer Orde Baru memegang representasi cara memimpin negara saat itu, pelarangan berdiskusi, tidak adanya kebebasan berekspresi dan politik. Diskusi dianggap berbahaya, dan kontranya akan selalu diawasi oleh intel. Aktivis disekap dalam markas, diinterogasi dan disiksa seolah-olah telah menjadi rutinitas selama berbulan-bulan sebelum mereka benar-benar akan dihilangkan dari kehidupan. Para aktivis yang menggugat pemerintah dianggap pengkhianat, dan seringkali diancam agar tidak lagi menggugat pemerintah. Hegemoni pemerintah telah mengakar pada ideologi dan budaya masyarakat sehingga membuat masyarakat menjadi gelap mata mengikuti aturan yang telah ditetapkan.
Konflik antara petani dengan tentara dalam Aksi Tanam Jagung Blangguan pada awal tahun 1998 menjadi pemicu perjuangan aktivis. Cerita Biru Laut dan 12 aktivis lainnya yang hilang menjadi simbol tragedi bagi gerakan aktivis. 9 aktivis lainnya yang selamat dari kekerasan mengalami trauma hingga kini.
Orang-orang yang tergabung dalam kelompok Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) termasuk Mugiyanto dan Nezar Patria mengalami penangkapan dan penyiksaan oleh Orde Baru. Pada 23 Mei 2016, CNN Indonesia menampilkan kisah Mugi yang mengalami penculikan pada 13 Maret 1998. Saat itu, Mugi baru selesai mengikuti pertemuan dengan organisasi solidaritas untuk Timor Leste dari Australia di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, mewakili SMID untuk mengurus bidang hubungan internasional. Pada 4 Februari 2008, Tempo menampilkan cerita yang ditulis oleh Nezar Patria tentang pengalamannya sebagai aktivis yang pada Maret 1998 sempat diculik, diinterogasi, dan disiksa selama berhari-hari.
Novel Laut Bercerita memang dibuat berdasarkan riset, namun alur cerita yang diambil adalah pilihan penulis sendiri. Terdapat embel-embel sejarah untuk menambah kekuatan narasi, namun tetap memperlihatkan iktikad sastra sendiri sebagai medium hiburan. Leila menggunakan puisi-puisi WS Rendra yang tak terlepas dari kritik sosial-politik sebagai bagian dari novel tersebut, untuk menawarkan pendekatan pembaca terhadap alur cerita. Sajak Seonggok Jagung menjadi pijakan bagi para aktivis untuk melakukan perlawanan.
Istilah "aktivis yang hilang" mengacu pada aktivis yang diculik atau menghilang, dan tidak pernah ditemukan lagi. Pada masa paska-Orde Baru, karya sastra seringkali mengeksploitasi unsur kebebasan seksualitas dan moralitas, serta menentang kediktatoran pemerintah. Leila Chudori mengeksplorasi tema seksualitas dalam novelnya "Laut Bercerita", dengan cara yang tidak mesum atau menjijikkan. Penyederhanaan tema seksualitas dalam karya sastra dapat memicu pembaca untuk mempertanyakan nilai-nilai moral yang dipegangnya dan mengakui ketidakadekuatan nilai-nilai tersebut. Meskipun seks di luar pernikahan masih dianggap tabu, Leila mengeksplorasi gagasan bahwa seks bisa menjadi sesuatu yang adil dan membawa kenikmatan bagi kedua belah pihak.
Alex menggunakan makanan sebagai subjek potretnya dan memajang foto ibu penjual gudeg dan jamu di kamarnya. Makanan juga menjadi alat komunikasi Mara kepada Laut melalui surat imajinatif. Hasrat novel dengan sembreng prahara di dalamnya bisa memenuhi hasrat sastrawi Leila untuk mengisahkan dimensi-dimensi lain Indonesia. Ingatan-ingatan kembali disadarkan dan yang tidak sadar diupayakan tersadar. "Laut Bercerita" diharapkan bisa berkembang di dunia lepas dan menggerakkan sejarah-sejarah lewat komentar pembaca.
Comments
Post a Comment