Skip to main content

Ngaji Kitab Washoya: Mengenal Pesan Cinta Seorang Ayah dan Makna Menjadi Guru

Dulu waktu masih kecil-kecil, aku pernah belajar ngaji kitab Washoya sampe khatam di pondok Ngunut. Seru banget deh, aku masih kelas 1 SMP waktu itu. Yang paling nggak bisa aku lupa adalah ketika aku ngulang-ulang bacaan "ya bunayya" (tuh kan bahasa Arab yang artinya panggilan sayang ayah buat anaknya).



Beberapa minggu yang lalu, guru ngajiku, Pak Pudin, datang ke rumah dan minta tolong buat bantu ngajar ngaji di masjid. Ada beberapa anak SMK yang tertarik belajar ngaji, padahal sekarang kan jaman gadget dan game online, banyak anak yang ke mana-mana bawa HP sambil main game.


Tapi nggak boleh ngecilin semangat belajar anak-anak, akhirnya Pak Pudin mau bantu mengajar mereka. Trus kitab apa yang dia pilihin buat aku ajari? Ya jelas Washoya lah! Kitab karangan Syekh Muhammad Syakir yang berisi tentang akhlak yang mulia. Di muqaddimahnya, dijelasin berbagai macem akhlak yang harus dimiliki setiap murid buat jadi orang yang sukses dan berguna bagi lingkungannya.


Washoya itu artinya wasiat. Pesan yang penting banget buat disampaikan. Isinya penuh perhatian, cinta, dan sayang ayah buat anaknya. Kalo orangtua nggak perhatian sama anak, bisa-bisa si anak jadi nakal dan sulit diajarin. Makanya, setiap orangtua pasti pengen punya anak yang jago budi pekertinya. Jangan cuma ngajarin, tapi orangtua juga harus jadi contoh yang baik buat anaknya.


Pas aku mulai ngajar, Pak Pudin kasih pesan ini: "Warahi ngaji iku pun dados tugas, kewajiban e tiyang ingkang sampun diwarahi ngaji rumiyen." (Mengajari ngaji itu sudah menjadi tugas kewajiban bagi orang yang sudah diajari terlebih dahulu). Dalam kata lain, jadi guru itu bukan karena udah paling ngerti, tapi karena udah pernah diajarin duluan. Semoga dengan begini ilmu yang aku sampaikan bisa bermanfaat buat anak-anak yang diajarin. Amin.


Nah, cerita di atas itu cuma sebagian kecil dari pengalaman aku mengajar ngaji Washoya. Masih banyak hal-hal lucu dan menarik yang terjadi selama proses belajar mengajar itu. Misalnya aja nih:


- Ada satu anak yang namanya Rizky. Dia itu paling suka ngeyel dan bandel. Dia sering bolos ngaji atau dateng telat sambil bawa HP. Dia juga suka ngeles kalo ditanya kenapa nggak hafal pelajaran. Katanya dia sibuk kerja part time di warung internet atau warnet. Padahal aku tau dia cuma main game online sama temen-temennya.

- Suatu hari, Pak Pudin minta aku buat ngecek hafalan anak-anak sebelum masuk ke materi baru. Aku mulai dari Rizky karena dia duduk paling depan. Aku suruh dia baca ayat pertama dari kitab Washoya: "Ya bunayya laa tu'syirik billaahi fa innash syirka la dzulmun 'azhiim." (Hai anakku janganlah kamu menyekutukan Allah karena sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang besar). Tapi Rizky malah baca: "Ya bunayya laa tu'syirik billaahi fa innash syirka la **dunia** 'azhiim." (Hai anakku janganlah kamu menyekutukan Allah karena sesungguhnya syirik itu adalah **dunia** yang besar). Aku langsung heran dan tanya kenapa dia salah baca gitu. Dia jawab dengan polos: "Maaf pak guru, soal "Maaf pak guru, soalnya kemarin main game online, lagi sibuk ngejar dunia-duniaan."


Selain Rizky, ada juga anak yang namanya Ali. Dia itu paling rajin dateng ke masjid dan selalu semangat ngaji. Tapi kadang-kadang dia salah baca. Misalnya pas baca ayat "innal insaana khuliqnaa min tsinin fa idzaa huwa khasiimun mubin" (Sesungguhnya manusia kami ciptakan dari air yang hina, maka dia menjadi pembantah yang nyata). Ali malah baca: "innal insaana khuliqnaa min tsinin fa idzaa huwa khusiimun mubin" (Sesungguhnya manusia kami ciptakan dari air yang hina, maka dia menjadi penyakit yang nyata). Aku nggak bisa marah sama Ali karena dia emang semangat banget belajar ngaji. Jadi aku cuma bercanda aja sama dia dan bilang kalo dia nanti bisa jadi dokter karena udah bisa ngasih diagnosa penyakit dari bacaan ngajinya.


Waktu aku ngajar Washoya, ada satu ayat yang paling sering dibaca sama anak-anak. Ayat itu berbunyi "al-'inabatu milal khataya ka al-washbu min al-ma'i" (Pengakuan dosa itu seperti air mengalir dari tempat yang tinggi). Mereka suka banget baca ayat ini karena bunyinya enak dan artinya dalam banget. Tapi kadang-kadang ada aja anak yang bacaannya salah, misalnya jadi "al-'inabatu milal khutuwwa ka al-washbu min al-ma'i" (Pengakuan dosa itu seperti air mengalir dari kaki yang tinggi). Aku cuma bisa senyum-senyum aja karena salah bacaan itu kadang-kadang justru bikin suasana jadi lebih lucu dan akrab.


Jadi, pengalaman mengajar ngaji Washoya itu nggak selalu serius dan tegang. Ada aja momen-momen lucu dan menyenangkan yang bikin aku jadi semakin suka ngajar. Mudah-mudahan aku bisa terus membantu Pak Pudin dan memberikan manfaat buat anak-anak yang belajar ngaji. Amin.

Comments

Designed by Open Themes & Nahuatl.mx.