Skip to main content

Kyai Saleh Darat: Ulama dan Perjalanan Hidupnya

Dulu di Semarang pada abad ke-19, ada seorang ulama yang namanya Kyai Soleh Darat. Nah, dia ini adalah orang yang memperkenalkan RA Kartini dengan tafsir Al Fatihah. Makanya, ada kata-kata yang sering banget diucapkan oleh Kartini, yaitu "Habis Gelap Terbitlah Terang", yang katanya dia dapet dari Kyai Soleh Darat.





Ketemuannya Kyai Soleh Darat dan Kartini itu di rumah Bupati Demak, Pangeran Ario Hadiningrat. Waktu itu, Kyai Soleh Darat lagi ngasih ceramah tentang tafsir Al Fatihah, yaitu surat pertama di Al Quran. Nah, di Jawa sana, ada kebiasaan yang menganggap Al Quran itu suci banget dan nggak boleh dijelaskan pakai bahasa Jawa. Kayaknya karena khawatir nanti Al Quran jadi nggak suci lagi. Tapi, Kartini nggak setuju sama pandangan itu. Dia pengen banget ngerti Al Quran dan ngebaca pake bahasa Jawa.

Nah, pas denger ceramah dari Kyai Soleh Darat, Kartini langsung ngerasa terpana banget dan pengen belajar lebih banyak lagi. Setelah ceramah selesai, dia langsung ketemu Kyai Soleh Darat dan ngomong kagum sama tafsir Al Fatihah-nya. Dia juga ngerasa sayang banget karena pada waktu itu nggak ada Al Quran yang diterjemahin ke bahasa Jawa. Menurut dia, ngapalin Al Quran tanpa ngerti artinya sama aja kayak ngapalin aja nggak tau artinya.

Kartini juga jadi motivasi buat Kyai Soleh Darat buat bikin karya tafsir Al Quran. Dan akhirnya, terbitlah Tafsir Al Quran 13 juz karya Kyai Soleh Darat dengan nama Faidh Rahman. Kyai Soleh Darat nggak sempet selesaiin tafsirnya karena udah dipanggil sama Allah SWT duluan.

Tafsir Qur'an Faidh Rahman ini kemudian dihadiahkan ke Kartini. Jadi, cerita tentang Kyai Soleh Darat ini menunjukkan betapa pentingnya ngerti arti dari apa yang kita baca, termasuk Al Quran. Kayaknya, nggak cuma di Jawa aja yang punya pandangan kayak gitu. Tapi, intinya adalah, kalau kita pengen ngerti sesuatu, jangan takut buat nanyain atau cari tahu lebih banyak lagi ya.

Namanya Soleh Darat karena beliau tinggal di kampung Darat yang berada di Semarang Utara. Seperti kebanyakan ulama pada masanya, beliau juga menggunakan nama yang menyebutkan daerah asalnya. Meski lahir di Jepara, beliau lebih sering berada di Semarang dan sekitarnya.

Kiai Soleh Darat pun mendirikan pesantren, dua di antaranya adalah Pesantren Darat dan Pesantren Ad-Dainuriyah. Pesantren Darat didirikan pada tahun 1870 di wilayah Semarang Utara. Sementara itu, Pesantren Ad-Dainuriyah berdiri beberapa tahun setelah itu di daerah Sendangguwo. Pesantren ini awalnya dikelola oleh santri kesayangan Kiai Saleh Darat bernama KH Abdullah Sajad. Nama Ad-Dainuriyah sendiri diberikan oleh generasi KH Abdullah Sajad yang bernama Kyai Danuri.

Meski mungkin tidak banyak yang tahu tentang Kiai Soleh Darat, namun kontribusinya dalam dunia pendidikan agama di Semarang patut diacungi jempol.

 Beliau ini dikenal sebagai salah satu tokoh penting dalam dunia pendidikan Islam di Indonesia. Bahkan, beberapa tokoh besar ormas Islam seperti KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy'ari pernah nyantri di pesantren miliknya.

Selama hidupnya, Kiai Saleh Darat telah menikah sebanyak tiga kali. Pernikahan pertamanya saat beliau masih berada di Makkah, sayangnya tidak diketahui nama istrinya. Dari pernikahan ini, beliau dikaruniai seorang anak yang diberi nama Ibrahim. Namun sayangnya, ketika Kiai Saleh Darat pulang ke Jawa, istrinya telah meninggal dunia dan anaknya, Ibrahim tidak ikut serta ke Jawa.

Pada pernikahan kedua, beliau menikah dengan Sofiyah, putri Kiai Murtadha, teman karib bapaknya, Kiai Umar. Dari pernikahan ini, beliau dikaruniai dua putra, Yahya dan Khalil. Keturunan mereka bisa kita jumpai hingga kini. Sedangkan pada pernikahan ketiganya, beliau menikah dengan Aminah, putri Bupati Bulus, Purworejo, keturunan Arab. Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai seorang anak. Salah satu keturunannya adalah Siti Zahrah.

Siti Zahrah ini menikah dengan Kiai Dahlan, santri Kiai Shalih Darat dari Tremas, Pacitan. Mereka dikaruniai dua anak, yaitu Rahmad dan Aisyah. Namun sayangnya, Kiai Dahlan meninggal di Makkah. Kemudian, Siti Zahrah menikah lagi dengan Kiai Amir, santri Kiai Shalih Darat asal Pekalongan, namun pernikahan kedua ini tidak dikaruniai anak.

Kiai Saleh Darat wafat di Semarang pada 28 Ramadhan 1321 H. atau 18 Desember 1903, dalam usia 83 tahun. Beliau dimakamkan di Pemakaman Umum Bergota, Semarang dan makamnya kini menjadi subjek ziarah keagamaan yang penting di Jawa. Setiap tanggal 5 Syawal, umat Islam menggelar haul untuk memperingati wafatnya ulama terkemuka ini. Tahun ini, kita memperingati haulnya yang ke-112. Jadi, mari kita kenang dan mendoakan beliau, ya!



Comments

Designed by Open Themes & Nahuatl.mx.