Saat wilayah tersebut mengalami kekeringan, di atas sumber mata air tersebut kemudian ditanam pohon yang bernama Gempol. Inilah yang kemudian dijadikan rujukan sebagai nama dusun atau perdukuhan. Pohon ini tumbuh besar dan berumur panjang sampai era Mbah Basyar. Menurut cerita, di dalam pohon tersebut ada rongga yang dipahami sebagai akibat dari dorongan kekuatan sumber air dari bawah yang berusaha naik ke permukaan. Namun, pohon tersebut cukup kuat sehingga air hanya memberikan rongga saja tanpa tumpah ke luar.
Letak Pohon Gempol dan Sumber Mata Air di Masa Lalu
Namun, pohon tersebut dirasa berbahaya karena telah berongga, maka beberapa orang termasuk Mbah Basyar berinisiatif untuk menebangnya. Mbah Basyar kemudian berunding dengan warga, dan berujar bahwa jika pohon tersebut berhasil ditebang maka ia meminta setengah dari pohon tersebut.
Kemudian tibalah hari di mana Mbah Basyar bersiap untuk menebang pohon besar tersebut. Berhari-hari ia bersama beberapa santri melakukan ritual doa dan salat istikharah untuk memohon petunjuk dari Yang Maha Kuasa. Sebelum penebangan dilakukan, Mbah Basyar konon berhasil menemui makhluk gaib penunggu pohon tersebut.
Mbah Basyar kemudian berhasil melakukan negosiasi dengan makhluk halus penunggu pohon tersebut agar berkenan merelakan rumahnya ditebang. "Penunggunya adalah Jin Muslim sekeluarga," tutur Mbah Basyar di sela-sela perbincangan. Setelah Jin Muslim tersebut pergi meninggalkan pohon beserta keluarganya, keesokan harinya pohon tersebut tumbang dengan sendirinya. Konon menurut Mbah Basyar, Jin itu berpindah ke lokasi lain yang sekarang dipakai sebagai Gedung MWCNU Sumbergempol.
Versi Cerita yang Mana yang Benar?
Dalam cerita tutur di atas terdapat beberapa perbedaan terutama dari apa yang disampaikan Mbah Maksum dengan Mbah Basyar. Mereka boleh dibilang segenerasi, bahkan boleh dibilang umurnya pun sama jika merujuk pada data di kartu tanda penduduk. Dalam ingatan Mbah Maksum kecil, ia sama sekali tidak menemukan jejak sumber mata air dan pohon Gempol raksasa tersebut. Sedangkan Mbah Basyar justru mengaku masih menemukan pohon Gempol raksasa itu dan ia jugalah yang awalnya berniat untuk menebangnya.
Meskipun terdapat sedikit perbedaan antara dua tokoh sebelumnya, baik tentang media yang digunakan untuk menyumpal sumber mata air, maupun keberadaan pohon Gempol, intinya sebenarnya sama. Kesamaan ceritanya adalah daerah tersebut dulunya ada sumber mata air besar di bawah pohon Gempol.
Makna Kosmologi Jawa dalam Nama Tempat
Dalam cerita tersebut, terlihat bahwa nama tempat seperti "Gempol" memiliki makna kosmologi yang sangat penting dalam kebudayaan Jawa. Dalam kebudayaan Jawa, setiap nama tempat memiliki makna yang dalam dan sarat dengan filosofi. Nama tempat seringkali terkait dengan kejadian atau kejadian khusus yang terjadi di masa lalu.
Dalam cerita tersebut, Gempol menjadi nama tempat yang mengacu pada pohon Gempol dan sumber mata air di bawahnya. Pohon Gempol dan sumber mata air tersebut dianggap sebagai tempat yang sakral dan memiliki kekuatan magis yang kuat. Oleh karena itu, masyarakat setempat menganggapnya sebagai tempat yang sangat berharga dan harus dijaga dengan baik.
Konon, pohon Gempol juga memiliki makna kosmologi yang dalam dalam kebudayaan Jawa. Pohon tersebut dianggap sebagai simbol dari kehidupan dan kelangsungan hidup manusia. Selain itu, pohon tersebut juga dianggap sebagai tempat tinggal para dewa dan roh-roh nenek moyang. Oleh karena itu, masyarakat setempat memperlakukan pohon Gempol dengan sangat hormat dan tidak boleh merusaknya.
Dalam kesimpulannya, cerita tentang pohon Gempol dan sumber mata air di Balai Desa Sumbergempol ini menunjukkan pentingnya kebudayaan dan makna kosmologi dalam nama tempat. Setiap nama tempat memiliki kisah dan makna filosofis yang dalam, yang harus dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat setempat.
Comments
Post a Comment