Pada peringatan Haul Ustadz Husain Al-Habsyi di Pesantren YAPI setelah masa pandemi COVID-19, saya berkesempatan untuk mendapatkan kopi dari para asatidz YAPI, yaitu Ustadz Sayyid Ali Umar Al-Habsyi, Ustadz Muhsin bin Utsman As-Segaff, dan Habib M. Bagir bin Abdulkadir Al-Habsyi, untuk para peziarah dari alumni YAPI dan Muhibbin Ustadz Husain Al-Habsyi.
Ketika memasuki kompleks YAPI utara Masjid dan Mazar Al-Marhum, saya teringat akan masa ketika para peziarah dari Nusantara menyusuri jalur sutra untuk berhaji, menuntut ilmu, bahkan berdagang hingga ke negeri Barat Asia dan Mancanegara Kulon. Di masa itu, karavanserai menjadi tempat peristirahatan dan bermalam para peziarah dan pedagang.
Karavanserai yang pernah ada kemudian berubah fungsi menjadi ruang kajian kitab suci dan ilmu agama, dan dikenal dengan nama funduq (Arab), pundak (Ibrani), ashram (pasraman, santri Hindu-Buddha), padukuhan, dan padepokan (era peralihan Majapahit ke Demak Bintoro), hingga pesantren (era Mataram Islam hingga modern seperti Gebang Tinatar Tegalsari Jetis Ponorogo).
Saat memasuki kompleks YAPI putra, saya merasa Ustadz Husain adalah arsitek yang telah menyiapkan medan pendidikan agama Islam, dari pergulatannya selama keliling dunia Islam, sebagus mungkin ornament dan arsitekturnya seperti di Andalusia pasca Abdurrahman Ad-Dakhil menaklukkan Visigoth di Iberian Peninsula, Spanyol sekarang. Para santri di kemudian hari betah, krasan, dan pulang membawa ilmu agama Sunni-Syiah hingga Wahdatul Adyan dengan otak big data dan praksisnya di masyarakat seperti intelektual organik ala Antonio Gramsci, Rushan Fekr ala Ali Syari'ati, Monavvarol Fekr ala Morteza Motahhari, Islam Madani ala Allahyarham Mahaguru.
Semoga kita selalu diberi hidayah dan keberkahan oleh Allah SWT. Teriring doa untuk para guru yang telah memperkenalkan kita kepada ajaran suci Ahlul Bait Nabi. Al-Fatihah.
Comments
Post a Comment