Media informasi yang berkembang pesat telah memunculkan berbagai fenomena yang menarik perhatian masyarakat, termasuk permainan anak-anak yang sedang populer belakangan ini, yaitu lato-lato. Permainan ini melibatkan dua bola kecil yang digoyangkan secara bersamaan.
Sejak menjadi viral, lato-lato menjadi permainan yang dikenal luas oleh banyak orang. Menurut sumber yang ada, lato-lato berasal dari Amerika Serikat dengan nama clackers. Di Indonesia, permainan tradisional yang serupa dikenal dengan berbagai nama, seperti lato-lato dalam bahasa Bugis dan kato-kato di Sulawesi, serta tek-tek di Jawa.
Meskipun lato-lato hanya merupakan permainan biasa bagi anak-anak, beberapa orang mengaitkannya dengan hal-hal yang berbeda. Di Indonesia, sebagian masyarakat masih mempercayai tradisi nujum ala nenek moyang. Oleh karena itu, setiap fenomena yang sedang ramai dibicarakan cenderung dianalisis berdasarkan isu-isu seperti stabilitas ekonomi, politik, sosial, atau kepemimpinan. Contohnya, orang-orang di desa sering kali mengaitkan fenomena tertentu dengan suksesi kepemimpinan.
Ketika terjadi bencana alam, seperti gunung meletus, masyarakat sering mengaitkannya dengan pertanda akan adanya pemimpin yang akan jatuh. Atau adanya pemimpin yang sedang mengalami pertanggungjawaban yang berat. Di tempat tertentu, masyarakat diminta memasang klenengan (lonceng) tradisional yang terbuat dari botol kaca bekas dan diisi dengan batu kerikil, lalu diberi bambu kuning. Kata orang tua dulu sempat ada isu akan kedatangan buta ijo, yang merupakan makna simbolik dari sosok besar yang akan runtuh. Ternyata, yang dimaksud adalah tumbangnya Orde Baru.
Permainan lato-lato pun tak luput dari analisis masyarakat. Ada yang mengaitkannya dengan fenomena menarik di akhir tahun menjelang tahun baru, yaitu para kepala daerah yang akan berkompetisi merebutkan RI 1. Cara permainan lato-lato yang digoyangkan ke atas ke bawah dianggap memiliki makna bahwa sebentar lagi akan ada persaingan sengit, benturan, tensi emosi yang meningkat, dan memanas, seperti halnya permainan lato-lato itu sendiri. Namun, apakah hal ini hanya sebuah analisis atau memang menjadi pertanda, masih menjadi perdebatan.
Masyarakat sejak dulu selalu mengaitkan suatu hal dengan pertanda alam, baik itu pertanda alam sosial maupun tanda alam yang disebabkan oleh hewan turun gunung, air pasang surut, hembusan angin, pohon mati, ikan-ikan tergelepak, burung-burung terbang dalam jumlah besar, dan sebagainya. Namun, di era digital saat ini, fenomena dapat dengan mudah dibentuk dan menjadi viral hanya dengan kata "viral". Terkadang, Fenomena viral yang terjadi di media informasi kini membawa dampak pada berbagai hal, termasuk permainan anak-anak yang sedang populer seperti lato-lato. Permainan yang melibatkan dua bola kecil yang digoyangkan bersamaan ini sebenarnya berasal dari Amerika Serikat dengan nama clackers, namun memiliki variasi nama di Indonesia seperti lato-lato, kato-kato, dan tek-tek.
Meskipun hanya permainan biasa bagi anak-anak, beberapa orang mengaitkannya dengan isu-isu yang lebih besar seperti stabilitas ekonomi, politik, sosial, dan kepemimpinan. Hal ini terkait dengan tradisi nujum ala nenek moyang yang masih dipercayai oleh sebagian masyarakat di Indonesia. Ketika terjadi bencana alam atau fenomena yang ramai dibicarakan, masyarakat cenderung mengaitkannya dengan pertanda akan adanya pemimpin yang akan jatuh atau sedang mengalami pertanggungjawaban yang berat.
Permainan lato-lato pun tidak luput dari analisis masyarakat. Ada yang mengaitkannya dengan fenomena kompetisi kepala daerah menjelang tahun baru, yang diyakini akan menjadi persaingan sengit dan memanas seperti permainan lato-lato itu sendiri. Namun, apakah hal ini hanya sebuah analisis atau memang menjadi pertanda, masih menjadi perdebatan.
Sejak dulu, masyarakat selalu mengaitkan suatu hal dengan pertanda alam, baik itu pertanda alam sosial maupun tanda alam yang disebabkan oleh hewan, air, angin, pohon, ikan, burung, dan sebagainya. Namun, di era digital saat ini, fenomena dapat dengan mudah dibentuk dan menjadi viral hanya dengan kata "viral".
Comments
Post a Comment