Desa Jajar sebenarnya nggak kelihatan beda-beda amat dari desa-desa lain. Tapi, jangan salah, desa yang ada di Kecamatan Gandusari, Kabupaten Trenggalek ini punya banyak potensi dan kearifan lokal yang keren banget. Mereka juga punya slogan "gumregah" yang artinya gerakan usaha mandiri warga untuk ekonomi generasi berkah. Tujuannya biar desa ini makin maju dan sejahtera.
Kepala desanya, Mbah Ime, tuh orangnya nggak bisa diam. Dia sering banget bikin gebrakan-gebrakan yang nggak biasa dan mungkin dianggap aneh sama orang lain. Tapi, ide-idenya itu yang bikin desa ini makin maju, terutama di bidang ekonomi dan kebudayaan. Padahal, desa ini nggak terlalu strategis karena dihimpit gunung dan desa-desa lain. Tapi, Mbah Ime tetap semangat dan nggak nyerah buat bikin desanya makin maju.
Desa Jajar terdiri dari tiga dukuh: Krajan, Kebon, dan Mbelik. Mereka lebih suka pake istilah dukuh daripada dusun. Istilah ini sebenarnya udah jarang dipake, tapi Mbah Ime pengen ngembangin budaya lokal dan tradisional di desanya.
Aku dan tim LP2M dan mahasiswa KKN MDB UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung 2022 pernah belajar di desa ini selama satu semester. Kita banyak banget belajar dari mereka tentang kearifan lokal dan cara mereka ngembangin desanya.
Desa Jajar sebenarnya nggak kelihatan beda-beda amat dari desa-desa lain. Tapi, jangan salah, desa yang ada di Kecamatan Gandusari, Kabupaten Trenggalek ini punya banyak potensi dan kearifan lokal yang keren banget. Mereka juga punya slogan "gumregah" yang artinya gerakan usaha mandiri warga untuk ekonomi generasi berkah. Tujuannya biar desa ini makin maju dan sejahtera.
Kepala desanya, Mbah Ime, tuh orangnya nggak bisa diam. Dia sering banget bikin gebrakan-gebrakan yang nggak biasa dan mungkin dianggap aneh sama orang lain. Tapi, ide-idenya itu yang bikin desa ini makin maju, terutama di bidang ekonomi dan kebudayaan. Padahal, desa ini nggak terlalu strategis karena dihimpit gunung dan desa-desa lain. Tapi, Mbah Ime tetap semangat dan nggak nyerah buat bikin desanya makin maju.
Desa Jajar terdiri dari tiga dukuh: Krajan, Kebon, dan Mbelik. Mereka lebih suka pake istilah dukuh daripada dusun. Istilah ini sebenarnya udah jarang dipake, tapi Mbah Ime pengen ngembangin budaya lokal dan tradisional di desanya.
Aku dan tim LP2M dan mahasiswa KKN MDB UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung 2022 pernah belajar di desa ini selama satu semester. Kita banyak banget belajar dari mereka tentang kearifan lokal dan cara mereka ngembangin desanya.
Potensi Desa
Kalian harus tahu juga tentang desa Jajar yang punya banyak potensi keren! Ada kuliner, industri rumahan, ekonomi, dan budaya yang bikin kalian nggak bisa berhenti kagum.
Kalo soal kuliner, Jajar punya makanan khas yang unik banget namanya "Cukdeh". Ini singkatan dari "pincuk lodeh" yang terdiri dari lontong dan sayur. Bedanya sama makanan sompil di tempat lain, Cukdeh dibungkus dengan daun Jati muda dan ada tambahan lauk tempe goreng yang dibalut tepung persegi panjang. Hmm, bikin ngiler ya!
Fragmen Sejarah Desa
Wah, aku punya kesempatan untuk ngoprek babad desa Jajar yang ditulis oleh teman mahasiswa KKN MDB UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung nih. Desa ini keren banget, guys! Selain punya warisan budaya yang keren, Desa Jajar juga punya punden dan situs yang bikin kita terpesona.
Nah, di desa ini ada satu punden yang namanya Sarean. Jangan salah, Sarean bukanlah nama makam atau petilasan, tapi nama sumber mata air yang ada di desa ini. Katanya sih, sumber mata air ini udah ada sejak jaman dulu dan mungkin dulu pernah jadi tempat istirahat buat para pelancong, makanya dinamain Punden Sarean. Tapi, kenapa sih sumber mata air ini dikait-kaitin sama punden?
Mungkin aja dulu orang-orang di desa ini percaya kalau sumber mata air itu punya kekuatan magis atau keramat, jadi mereka anggap itu sebagai punden. Atau mungkin juga karena sumber mata air ini jadi tempat ziarah buat orang-orang di desa, jadi mereka anggap itu sebagai punden. Siapa yang tahu ya?
Tapi yang jelas, Punden Sarean ini jadi salah satu daya tarik wisata di Desa Jajar. Kalo kamu ke sana, jangan lupa mampir ke sini ya!
Kamu pernah baca buku The Religion of Java karya Clifford Geertz? Nah, di dalam buku itu dijelaskan bahwa punden-punden di Jawa identik dengan sumber mata air, pohon beringin besar, makam tua, dan sejenisnya. Nah, di Desa Jajar, ada sebuah tempat yang dinamakan Sarean yang dikategorikan sebagai punden. Keren ya!
Selain Sarean, di Desa Jajar juga ada situs Batu Lumpang. Konon, batu ini dulunya digunakan untuk menumbuk bahan pangan agar halus. Sayangnya, tidak ada yang tahu pasti sejak kapan batu tersebut ada. Tapi, kemungkinan daerah Jajar sudah dihuni oleh peradaban manusia sejak lama. Bisa jadi batu tersebut merupakan peninggalan masyarakat pada masa kerajaan. Batu Lumpang juga dijadikan sebagai toponimi salah satu dukuh yang ada di Desa Jajar, yaitu “Nglumpang.”
Ada cerita menarik tentang sejarah Desa Jajar. Konon, babad desa Jajar berawal dari dua tokoh yang berasal dari Tembayat, Jawa Tengah, yaitu Mbah Abdurrahman dan Mbah Jayagati pada tahun 1700-an. Mereka mengembara dari Tembayat menuju ke arah timur dan menemukan pohon Lo yang berjajar, yang kemudian daerah tersebut dinamakan sebagai Jajar. Namun pohon tersebut sudah tidak ada lagi. Ada juga kuburan tua di tengah sawah warga yang disebut oleh masyarakat sebagai makam dari Mbah Sari/Sarito. Mbah Sari diyakini dulunya merupakan pasukan Dipanagara. Konon, setelah perang Jawa, banyak pasukan Dipanagara yang melarikan diri ke arah timur dan mendirikan desa-desa kecil. Jadi, bisa jadi keberadaan Mbah Sari di Jajar diperkirakan sekitar pertengahan tahun 1800-an. Tapi, tidak ada yang bisa menyebut dengan pasti sosok tersebut.
Nah, itulah sedikit cerita tentang Desa Jajar. Seru ya, bisa tahu sejarah dan keunikan dari sebuah desa.
Desa Berhulu Budaya
Di Desa Jajar, ada sebuah tradisi yang masih terus berlangsung hingga saat ini. Namanya tiban. Tiban artinya jatuh atau timbulnya sesuatu yang tak terduga. Nah, tradisi tiban ini dilakukan untuk memohon agar turun hujan. Ritual ini dilakukan setahun sekali dan masih terus eksis hingga sekarang.
Tiban di Desa Jajar ini unik lho. Ada dua jenis tiban, yaitu ritual dan festival. Tiban ritual dilakukan dengan aturan dan waktu yang sudah ditentukan. Sedangkan tiban festival lebih fleksibel dan tujuannya hanya untuk hiburan.
Tapi yang paling penting, kedua jenis tiban ini masih lestari di Desa Jajar. Selain itu, masih banyak kearifan lokal lainnya seperti Megengan Show, salawat klasik dan ikonik, Salalahuk, Jamasan di Jeding Wanatirta, dan masih banyak lagi. Semua ini menunjukkan bahwa Desa Jajar memiliki kebudayaan pedesaan yang kaya.
Menurut Kakawin Nāgarakṛtâgama atau Kakawin Deśawarṇana, desa itu sangat penting. Desa dianggap sebagai jantung peradaban. Jika desa rusak, maka negara juga akan ikut hancur. Oleh karena itu, Desa Jajar seharusnya dijaga dan dilestarikan kebudayaannya.
Desa Jajar memang layak disebut sebagai desa berhulu budaya. Desa kecil yang memiliki sejarah dan nilai-nilai warisan budaya Jawa yang kaya. Bahkan, Desa Jajar sudah masuk dalam program pengembangan wisata Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Trenggalek.
Semoga pemerintah desa dan kabupaten bisa bersinergi untuk menjaga dan melestarikan tradisi-budaya Desa Jajar. Jangan hanya klaim sepihak dan pembangunanisme semata ya. Kita harus benar-benar mendampingi dan melestarikan kebudayaan kita.
Comments
Post a Comment