Pasar-pasar di Jawa belakangan ini menjadi saksi dari munculnya dagangan yang khas dan hanya tersedia selama dua hari terakhir Lebaran. Berbagai jenis daun seperti daun kelapa muda (janur) dan daun pisang, serta wadah beras rebus dari anyaman janur yang disebut ketupat, dan buah nangka muda (tewel) kembali ramai diperdagangkan. Ini semua merupakan indikasi dari adanya "Bodo Kupat" yang biasa dilakukan oleh kaum Muslim pemangku budaya Jawa.
Apa itu Bodo Kupat?
Bodo Kupat (atau Rioyo Kupat) adalah ritual selamatan yang dilakukan oleh masyarakat Jawa pada hari terakhir Pekan Lebaran, yaitu H+8 Lebaran, setelah puasa Syawal. Kegiatan ini bersifat adat dan bukan ritus agama Islam, meskipun dilakukan oleh sebagian besar umat Muslim. Ritual ini lebih menonjolkan unsur kuliner ketupat (kupat), yang menjadi bagian penting dalam acara Bodo Kupat.
Tradisi ini sering disebut juga dengan "Slametan Kupat" atau singkatnya "Kupatan". Bodo Kupat tidak melibatkan ritual sholat seperti halnya pada Bodo Idul Fitri, yang diawali dengan Sholat Id di pagi hari. Meskipun begitu, ada doa keselamatan yang dipanjatkan dengan merujuk pada ayat suci Alquran, serta kegiatan selamatan yang dilakukan di masjid atau musholah.
Nuansa Islami cukup kental terlihat dari adanya unsur doa yang dipanjatkan dan pelakunya yang sebagian besar adalah umat Muslim. Di samping itu, Bodo Kupat juga diposisikan sebagai rangkaian panjang dengan puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Beberapa warga Muslim di Jawa bahkan memandang Bodo Kupat sebagai tanda berakhirnya puasa Syawal.
Asal Usul Tradisi Kupatan
Ketupat sebagai simbol perayaan hari raya Islam sudah dikenal sejak zaman pemerintahan Demak pada awal abad ke-15 yang dipimpin oleh Raden Patah. Selama berabad-abad, Bodo Kupat dijalankan lintas generasi dan menjadi bagian penting dalam kebudayaan Jawa.
Meskipun demikian, tidak semua pemangku budaya Jawa melaksanakan Bodo Kupat secara konsisten. Namun, sosio-budaya Nusantara, khususnya sosio-budaya Jawa, tetap terasa kental dalam pelaksanaan tradisi ini. Bodo Kupat merupakan salah satu budaya yang memasyarakat di Jawa dan di beberapa negara Asia Tenggara yang berumpun budaya Malayu.
Bodo Kupat adalah tradisi selamatan yang masih eksis di Jawa dan merupakan bagian penting dari kebudayaan Jawa. Meskipun bukan bagian dari ritus agama Islam, nuansa keagamaan cukup terasa dalam pelaksanaannya. Ketupat
Kuliner Khas Masa Pra-Islam: Kupat dan Tradisinya
Kupat adalah makanan pengganti nasi yang terbuat dari beras yang dimasak di dalam ayaman lembar daun kelapa muda berbentuk persegi. Ada banyak ragam bentuk ketupat, mulai dari kupat luar, kupat bawang, kupat kodok, kipat sinto, hingga kupat candi Borobudur. Karena bentuk dasarnya yang berbentuk persegi dan memiliki empat sudut, banyak pendapat yang menyatakan bahwa kata "kupat" merupakan akronim dari "siKU paPAT (bersudut empat)" atau "laKU paPAT," yang terdiri atas: puasa Ramadhan, sholat tarawih, zakat, dan shalat Ied.
Cara memasak kuliner kupat serupa dengan lonthong dan sompil, hanya berbeda pada bungkusnya yang terbuat dari daun pisang berbentuk silindris atau kerucut. Sedangkan lepet yang juga terbungkus daun kelapa muda yang berbentuk silindris atau kerucut itu isiannya berupa beras ketan, acap kali dicampuri dengan kedelai dan parutan kelapa muda.
Bodo Kupat merupakan momentum di mana ketupat menjadi pilihan santapan yang banyak tersaji, terutama di wilayah provinsi Jawa Timur dan sebagian wilayah Jawa Tengah. Perbedaan waktu penyajian ketupat pada perhelatan Idul Fitri di DKI dan sekitarnya maupun pada wilayah tinggal etnik Melayu lain, yaitu di hari pertama pekan Idul Fitri. Bukan hanya disajikan untuk para tamu dan disampaikan ke kerabat dan/atau tetangga dekat (ater-ater), namun ada sejumlah keluarga yang membawanya ke masjid atau surau untuk dikenduri bersama (genduren, kenduren).
Sebagai panganan khas, ketupat hadir sebagai alternatif selain nasi untuk menu makanan tertentu, seperti soto (Sulawesi: coto dan konro), kethoprak, kupat sayur, kupat tahu, dan sebagainya. Namun, penyajiannya secara serempak di perhelatan Idul Fitri menjadikan ketupat sebagai kuliner khasnya. Oleh karena itu, ketupat dijadikan sebagai ikon Lebaran selain bedug dan masjid. Sebagai ikon Hari Raya Idul Fitri, ketupat dikreasikan menjadi aksesoris interior ataupun eksterior, logo pada kartu/ucapan Lebaran, dan bahkan operasi lalu-lintas sekitar Hari Lebaran pun menggunakan nama "Operasi Ketupat".
Selain dalam fungsi itu, ketupat dan ubo rampe lain acapkali digantungkan di atas pintu hingga kurun waktu panjang sebagai media penolak bahaya gaib (magi protectoric) untuk rumah tinggal. Oleh karena itu, kuliner kupat memiliki nilai historis dan tradisional yang sangat tinggi dan patut dijaga kelestariannya.
Comments
Post a Comment