Salah satu aksesoris penampilan yang populer adalah anting-anting atau suweng/giwang. Di masa lalu, istilah Sanskerta "kundala" digunakan untuk merujuk pada anting-anting. Meskipun istilah ini tidak lagi umum digunakan dalam bahasa Jawa Kuna, Jawa Tengahan, bahasa Jawa Baru, atau bahasa Indonesia.
Kundala adalah aksesoris yang dikenakan pada daun telinga untuk memperindah penampilan. Di masa lampau, terdapat dua jenis aksesoris di telinga: sumping dan kundala. Sumping ditempatkan antara daun telinga dan batok kepala sisi samping, sedangkan kundala ditempatkan pada ujung bawah daun telinga.
Jejak visual aksesoris telinga telah ditemukan di Nusantara sejak masa Hindu-Buddha dan masa-masa sesudahnya. Seni arca dan relief candi menjadi sumber data penting untuk melacak ragam bentuk, bahan, cara mengenakan, dan fungsi kundala di masa lampau.
Ada beragam bentuk kundala, termasuk yang cukup besar dan berat. Meskipun tak semua jenis kundala dimasukkan ke dalam lubang tindik, kundala bundar ukuran besar dan cukup berat yang dikenakan pada lubang tindik dapat mempercepat terbentuknya telinga panjang pada pemakainya.
Telinga panjang tidak hanya terdapat di warga etnik Dayak, tetapi juga pernah ditemukan di Jawa pada kaum pria. Meskipun jejak artefaktual aksesoris telinga bundar cukup besar dan cara penggunaannya masih ditemukan pada arca-arca era Singhasari atau Majapahit, anak muda pria seperti anak-anak Punk, Slenk, Rockers, dan sebagainya tetap mengenakan kundala bundar besar yang serupa.
Jadi, penggunaan kundala tidak hanya terjadi pada masa lalu, tetapi masih eksis hingga kini. Meskipun tidak lagi umum digunakan seperti di masa lampau, aksesoris telinga ini tetap menjadi pilihan untuk menambah gaya dan PD para pemakainya.
M. Dwi Cahyono
Comments
Post a Comment